Coba rasakan nikmatnya suasana hangat penduduk asli Sasak, bercanda dengan anak pantai, melihat kehidupan sehari-hari dan mengunjungi tempat-tempat indah di Lombok.
Setelah selesai mengikuti seluruh rangkaian acara ASEAN Foreign Ministers’ Retreat pada tanggal 17 Januari 2011 dengan melepas kepulangan para menteri luar negeri ASEAN ke negara masing-masing, sebagai tugas yang dipercayakan kepada saya sebagai 1st runner up Putri Pariwisata Indonesia 2009 dari Yayasan EL JOHN Indonesia, tibalah waktunya bagi saya untuk melihat kekayaan wisata dan budaya Lombok yang begitu luas, indah dan mendapat julukan “Pulau Seribu Masjid”.
Pada kesempatan kedua kali ke Pulau Lombok ini, saya memilih untuk mengunjungi beberapa tempat, diantaranya Pantai Kuta yang mempesona. Perjalanan dimulai dengan menilik hasil kerajinan tembikar EBONG di Banyumelek, dilanjut dengan melihat proses pembuatan songket SESEKAN di Sukarara, dan di sana saya menerima keramah tamahan penduduk asli suku SASAK, di Sade, Lombok Tengah.
Terdapat jejeran rumah tradisional beratapkan jerami, dan cara unik membersihkan lantai rumah, serta tradisi menculik mempelai perempuan, semuanya begitu memukau saya. Sungguh menyenangkan berada di tengah-tengah masyarakat tradisional suku Sasak yang masih mempertahankan bahasa aslinya.
Kemudian perjalanan dilanjutkan dan sampailah di Pantai Kuta (baca: Kute) yang memiliki hamparan pasir bagai biji merica. Sejauh mata memandang yang menyambut adalah hamparan laut biru merona kehijauan diapit oleh tebing di sisi kanan dan kiri. Langit biru cerah berhiaskan awan putih, melengkapi pesona wisata Pantai Kuta. Semuanya membuat seolah waktu berhenti. Saya pun memejamkan mata, menghirup angin laut, sambil mendengarkan desir ombak. “Sungguh nikmat berada surga dunia ini sendirian” ucap saya dalam hati. Kekayaan Tuhan yang luar biasa.
Tiba-tiba saya tersadar, karena kedua kaki telah terbenam jauh ke dalam pasir. Sungguh unik pasir di Pantai Kuta. Selain besarnya seperti butiran merica, pada saat berpijak di atasnya, maka kaki akan terperosok jauh ke dalam dari yang kita kira. Membuat rasa hangat dan terasa menyegarkan.
Di sana, saya sempat bersenda gurau dengan beberapa anak pantai, teriknya matahari membakar kulit tak lagi terhiraukan. Sungguh tak meragukan bahwa Indonesia bangsa yang ramah tamah. Kedamaian inilah yang menenangkan hati dan pikiran.
Setelah puas bersenda gurau dan menikmati suasana Pantai Kuta yang indah, tibalah waktunya untuk kembali Senggigi. Rasanya berat meninggalkan suasana yang sangat menyenangkan di alam yang mempesona.
Perjalanan pulang kali ini, saya mengambil rute perjalanan yang berbeda dan melihat keindahan lainnya, sebuah pemandangan hamparan hijau padi di sawah yang terlihat elok menawan.
Sesampainya di kota, tidak lupa saya singgah membeli madu Sumbawa dan dodol nangka khas Lombok kegemaran saya dan keluarga. Di sore hari yang penuh kegembiraan itu, saya masih melanjutkan perjalanan dengan mengunjungi beberapa tempat seperti Pura Lingsar, yang menandakan simbol Islam dan Hindu dalam keharmonisan. Dengan mengikuti kisah sejarah Pura Lingsar, saya berhenti di depan Kolam Wali untuk mengikuti tradisi lempar koin dan menghitung batu sambil bermohon dalam hati dan berharap permohonan dikabulkan.
Lambat laun, senja pun mulai menampakan rautnya. Momen terbenamnya sang surya tidak ingin saya lewatkan dengan sia-sia, konon sunset di sini sangat indah. Saya pun menuju Pura Batu Bolong sebagai pemberhentian terakhir saya. Disertai dahsyatnya deru ombak menghantam bebatuan, di ujung karang berdiri dengan kokoh Pura Batu Bolong, tempat memuja Sang Hyang Widhi Wasa atas anugerahNya pada pulau eksotis ini, pulau Lombok. Di sanalah saya mengucap syukur pada yang maha kuasa untuk semua keindahan yang boleh saya nikmati. “Lombok, aku akan kembali, dan kisahmu yang mengagumkan akan kubagikan ke anak bumi” itu janjiku.
Terima kasih saya ucapkan kepada Yayasan EL JOHN Indonesia yang memberikan kepercayaan pada saya untuk mengikuti berbagai aktivitas, keluarga besar Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, terutama kepada Bapak Djauhari Oratmangun atas kesempatan untuk belajar, dengan segala bimbingan, dan figur bagi saya.
0 comments:
Post a Comment